pttogel Mulai tahun 2026, masyarakat Indonesia diminta untuk lebih waspada terhadap status kepemilikan tanah yang mereka miliki. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengumumkan bahwa akan terjadi perubahan besar dalam sistem administrasi pertanahan nasional. Dalam upaya mendorong digitalisasi dan akurasi data tanah di Indonesia, sertifikat tanah konvensional yang belum terdaftar secara elektronik berisiko dianggap tidak sah atau “bodong”.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa status tanah bisa berubah menjadi tidak sah di tahun 2026? Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Latar Belakang Perubahan Sistem Pertanahan
Digitalisasi merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menciptakan sistem pelayanan publik yang transparan, cepat, dan efisien. Salah satu program besar yang dicanangkan oleh Kementerian ATR/BPN adalah program sertifikat tanah elektronik, yang resmi diluncurkan pada awal 2021. Melalui program ini, seluruh data pertanahan akan dimasukkan ke dalam sistem digital yang disebut Sistem Informasi Pertanahan (SIP).
Sertifikat elektronik ini bukan hanya pengganti dokumen fisik, tetapi juga memuat informasi hak kepemilikan, luas tanah, batas wilayah, serta data pemilik yang sudah terintegrasi langsung dengan sistem pusat. Program ini diberlakukan secara bertahap dan akan menjadi wajib secara nasional pada tahun 2026.
Apa yang Terjadi Jika Tanah Belum Didigitalisasi?
Mulai tahun 2026, semua transaksi pertanahan—seperti jual beli, hibah, waris, hingga pengajuan kredit dengan agunan tanah—harus menggunakan sertifikat elektronik. Bila pemilik tanah belum melakukan konversi dari sertifikat fisik ke sertifikat elektronik, maka status tanah tersebut:
-
Tidak tercatat dalam sistem digital BPN
-
Sulit atau tidak bisa dijadikan jaminan kredit di perbankan
-
Berpotensi digugat jika ada sengketa, karena tidak terdata resmi
-
Berisiko diklaim pihak lain yang sudah mendaftarkan lebih dahulu
Ini berarti tanah Anda secara administratif dianggap “tidak ada” dalam catatan resmi negara. Inilah yang disebut sebagai status bodong.
Mengapa Digitalisasi Ini Penting?
Digitalisasi pertanahan bertujuan untuk:
-
Mencegah sengketa lahan akibat data ganda atau tumpang tindih kepemilikan
-
Mempermudah akses informasi dan transaksi pertanahan secara online
-
Meminimalkan praktik mafia tanah yang memalsukan dokumen atau menjual lahan orang lain
-
Meningkatkan transparansi dan kepastian hukum
Dengan sistem baru ini, seluruh proses akan tercatat secara real-time dan bisa dilacak jejak digitalnya. Pemilik tanah juga bisa mengakses datanya melalui layanan online yang disediakan oleh BPN.
Bagaimana Cara Menyesuaikan?
Bagi masyarakat yang masih memiliki sertifikat tanah fisik, berikut langkah-langkah agar status tanah Anda tetap aman pada tahun 2026:
-
Periksa status tanah Anda di kantor BPN setempat.
-
Ajukan permohonan konversi ke sertifikat elektronik (sertipikat-el).
-
Siapkan dokumen seperti:
-
Sertifikat fisik asli
-
KTP dan KK pemilik
-
NPWP (jika ada)
-
Dokumen pendukung lainnya (misal: akta jual beli)
-
-
Ikuti proses verifikasi dan pendaftaran oleh petugas BPN
-
Setelah disetujui, Anda akan menerima sertifikat dalam bentuk digital yang tersimpan di sistem BPN dan dapat dicetak jika diperlukan
Siapa yang Wajib Segera Bertindak?
-
Pemilik tanah warisan yang belum dibalik nama
-
Pengusaha yang menggunakan tanah sebagai aset atau agunan
-
Investor properti yang memiliki banyak lahan
-
Masyarakat umum yang ingin menjual atau mengembangkan tanahnya
Jika tidak segera ditindaklanjuti, kepemilikan Anda bisa disengketakan atau bahkan tidak diakui secara legal.
Peringatan untuk Masyarakat: Hati-hati Penipuan!
Dengan adanya program ini, ada potensi oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk menipu, seperti menawarkan jasa konversi palsu dengan biaya tinggi atau meminta dokumen penting. Pastikan Anda hanya memproses konversi langsung melalui kantor BPN atau layanan online resmi seperti sentuhtanahku.atrbpn.go.id.
Kesimpulan
Perubahan menuju sistem pertanahan elektronik adalah langkah besar yang tak bisa dihindari. Pemerintah serius menertibkan dan mengamankan data kepemilikan tanah di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk segera mengkonversi sertifikat tanah fisik ke versi digital sebelum tahun 2026, agar status tanah tetap sah dan diakui secara hukum.