TVTOGEL — Kasus penculikan Bilqis, bocah empat tahun asal Makassar, Sulawesi Selatan, menggemparkan publik setelah polisi menemukan korban selamat di Jambi. Bocah malang ini ternyata menjadi korban jaringan perdagangan anak lintas provinsi yang beroperasi melalui media sosial.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa kasus ini tidak dilakukan oleh satu orang saja. Dari hasil penyelidikan, terungkap adanya rantai transaksi ilegal yang membawa Bilqis dari Makassar hingga ke kelompok Suku Anak Dalam di Kabupaten Merangin, Jambi.
“Kasus ini melibatkan jaringan yang cukup luas. Berkat koordinasi antarwilayah, kami bisa melakukan penyelidikan dan penangkapan di beberapa lokasi berbeda,” ungkap Djuhandhani di Mapolrestabes Makassar, Senin (10/11/2025).
Awal Kasus: Bilqis Hilang di Taman Pakui Sayang
Peristiwa ini bermula ketika Bilqis dilaporkan hilang saat menemani ayahnya bermain tenis di Lapangan Pakui Sayang, Makassar. Dari hasil penyelidikan, pelaku utama diketahui bernama Sri Yuliana alias Ana (30), seorang pembantu rumah tangga asal Rappocini.
Ana membawa Bilqis ke tempat kosnya di Jalan Abu Bakar Lambogo, lalu menawarkan anak itu di grup Facebook bertema adopsi anak dengan menggunakan akun samaran. Dalam unggahannya, Ana mengaku bahwa Bilqis adalah anak kandungnya yang ingin diadopsikan karena alasan ekonomi.
Jaringan Penjualan Anak: Dari Rp 3 Juta hingga Rp 80 Juta
Tawaran Ana menarik perhatian Nadia Hutri (29), warga Sukoharjo yang tinggal di Jakarta. Nadia kemudian datang ke Makassar dan membeli Bilqis dengan harga Rp 3 juta. Setelah transaksi, ia membawa anak itu ke Jakarta sebelum akhirnya menuju Jambi.
Di Jambi, Nadia menjual Bilqis kepada pasangan suami istri Adit Prayitno Saputra (36) dan Meriana (42) seharga Rp 15 juta. Pasangan ini berdalih ingin membantu keluarga yang sudah sembilan tahun belum memiliki anak.
Namun, alur perdagangan tidak berhenti di situ. Meriana kembali menjual Bilqis kepada kelompok Suku Anak Dalam di Desa Mentawak, Merangin, dengan harga mencapai Rp 80 juta.
“Dari hasil pemeriksaan, mereka mengaku telah memperjualbelikan sembilan bayi dan satu anak melalui platform seperti TikTok dan WhatsApp,” terang Djuhandhani.
Upaya Penyelamatan dan Penangkapan
Setelah berita penculikan Bilqis viral, Nadia menyadari bahwa anak yang ia bawa adalah korban yang sedang dicari polisi. Ia panik karena tahu pelaku utama, Ana, sudah ditangkap lebih dulu. Bersama Adit dan Meriana, Nadia berusaha mengambil kembali Bilqis dari warga Suku Anak Dalam, namun upaya itu gagal.
Ketiganya kemudian ditangkap aparat gabungan Polda Sulsel dan Polda Jambi di Kabupaten Kerinci, Jambi. Polisi memastikan akan terus menelusuri jaringan perdagangan anak ini dengan bantuan Bareskrim Polri.
Pengakuan Pelaku Utama: Desakan Ekonomi Jadi Alasan
Dalam pemeriksaan, Sri Yuliana alias Ana mengaku nekat menculik Bilqis karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ia awalnya hanya ingin “merawat” anak tersebut, tetapi kemudian memutuskan menjualnya setelah ditawari uang.
“Awalnya saya ingin rawat anak itu, tapi karena butuh uang akhirnya saya jual tanggal 3 November,” ujar Ana pelan saat diinterogasi.
Ana mengenal calon pembeli melalui grup Facebook “Adopsi Anak”. Setelah saling berkomunikasi lewat WhatsApp, pembeli mentransfer uang muka sebesar Rp 500 ribu, kemudian sisanya diberikan setelah anak diserahkan di Jalan Abu Bakar Lambogo.
“Dia bilang sudah sembilan tahun menikah tapi belum punya anak. Saya pikir dia niat baik, tapi akhirnya begini,” kata Ana.
Polisi Dalami Dugaan Jaringan Lebih Luas
Hingga kini, Polda Sulsel masih mengembangkan kasus ini bersama Bareskrim Polri untuk memastikan apakah jaringan jual beli anak lintas provinsi ini terkait dengan perdagangan organ tubuh seperti isu yang sempat mencuat di publik.
“Kasus ini belum berhenti di sini. Kami akan terus kembangkan dan ungkap semua yang terlibat,” tegas Kapolda Djuhandhani.