KPK Dalami Legalitas Lahan Tol Trans Sumatra, Pegawai ATR/BPN Tangsel Diperiksa

TVTOGEL — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di proyek Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) periode 2018–2020. Pada Senin (20/10/2025), KPK memeriksa salah satu pegawai ATR/BPN Tangerang Selatan (Tangsel) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan terhadap pegawai yang mewakili Kepala Kantor Pertanahan ATR/BPN Tangsel, Shinta Purwitasari. Pemeriksaan ini bertujuan mendalami aspek legalitas lahan yang menjadi bagian dari proyek JTTS.

“Dalam perkara ini, pengadaan lahan di sekitar proyek jalan tol menjadi fokus utama. Karena itu, KPK perlu memastikan bagaimana status dan legalitas tanah-tanah tersebut,” kata Budi dalam keterangan persnya, Selasa (21/10/2025).


Dugaan Pengondisian dalam Pengadaan Lahan

Menurut Budi, penyidik menemukan indikasi adanya pengondisian sejak awal dalam proses pengadaan lahan tersebut. Sejumlah pihak diduga telah melakukan pembelian lahan secara strategis sebelum proyek dimulai dengan tujuan untuk menjualnya kembali kepada pihak pengembang jalan tol.

“Informasi yang kami peroleh menunjukkan adanya transaksi dan pembelian awal yang memang disiapkan untuk dijual saat pembangunan jalan dimulai,” ungkap Budi.


Tersangka dan Kerugian Negara

Dalam kasus ini, KPK telah menahan dua tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, serta mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya, M. Rizal Sujipto, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan.

Selain itu, KPK juga menetapkan Pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ), Iskandar Zulkarnaen, sebagai tersangka. Namun, penyidikan terhadap Iskandar dihentikan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia. KPK pun menetapkan PT STJ sebagai tersangka korporasi.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, negara mengalami kerugian sebesar Rp205,14 miliar akibat proyek tersebut. Kerugian itu berasal dari pembayaran PT Hutama Karya kepada PT STJ, yakni Rp133,73 miliar untuk lahan di Bakauheni dan Rp71,41 miliar untuk lahan di Kalinda.

Atas perbuatannya, para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.